Mau Operasi Keperawanan, Pahami Dulu Prosedurnya!

okezone.com
SECARA estetika, operasi mempercantik Miss V menawarkan hasil yang diinginkan setiap wanita, baik kepuasan diri maupun pasangannya. Kumpulkan sebanyak mungkin informasi sebelum Anda memutuskan untuk memerbaiki “mahkota” di bawah pisau bedah.

Konsultasi menjadi prosedur awal operasi keperawanan. Tahapan ini menjadi jembatan yang menyambungkan dan menyelaraskan keinginan pasien dengan pandangan medis dari dokter.

“Pasien datang dengan keluhan. Kita tanyakan keluhan dan mengedukasi mereka, mana yang bisa ditangani dengan tindakan medis, mana yang tidak. Dokter yang baik harus bisa mengedukasi, termasuk risiko, prosedur, komplikasi yang mungkin timbul, tindakan pascaoperasi, dan banyak hal. Selanjutnya, biarkan pasien yang memutuskan. Itulah gunanya konsultasi,” kata dr Elida Sari Siburian SpBP, ahli bedah plastik Rumah Sakit Pondok Indah ini kepada okezone lewat ponselnya, Selasa (7/6/2011).

“Saya selalu sarankan pasien, konsultasi jangan hanya sekali supaya yakin. Mungkin dia perlu pulang untuk berpikir ulang, cari second opinion, dan memastikan apa yang dia mau,” imbuhnya.

Tahapan berikutnya adalah pemeriksaan kesehatan. Seperti prosedur bedah pada umumnya, operasi keperawanan pun menyimpan risiko. Karenanya penting untuk memastikan calon pasien dalam kondisi prima lewat medical check-up.

“Medical check-up dilakukan, seperti umumnya prosedur operasi yang melibatkan pembiusan; pemeriksaan darah, paru-paru, jantung. Kita harus memastikan pasien dalam kondisi optimal. Selama sehat dan sesuai keluhan, tidak ada masalah seperti tumor rahim, operasi bisa dilakukan,” paparnya.

Masuk ke tahap pengerjaan, pemberian bius sebaiknya dilakukan secara total mengingat pengerjaan yang tidak singkat serta rasa sakit yang harus ditanggung.

“Bisa dilakukan dengan bius total supaya pasien nyaman, tidak merasa kesakitan, karena posisi pasien seperti orang melahirkan. Pengerjaannya sekitar 1-1,5 jam, tergantung bentuk dan kelainan miss V,” jelas dokter ramah ini.

“Risiko bisa ada pada tahap pembiusan. Tapi selama dilakukan dengan baik, risiko tidak akan ada,” imbuhnya.

Sebagai tindakan pascaoperasi, pasien diwajibkan “puasa” seks minimal 40 hari atau sampai luka operasi pulih. Hasilnya, keperawanan (selaput dara utuh) pun bisa didapatkan pasien.

“Diharapkan seperti dulu lagi, harus bisa berdarah seperti pertama kali berhubungan seks,” katanya.

Dr Elida menegaskan, operasi keperawanan tidak akan memengaruhi sensasi berhubungan seks.

“Sepanjang saya menangani banyak pasien, mereka bilang seks jadi lebih menyenangkan. Kalau berhubungan seks baik, pasti karena sensasinya baik. Secara psikologis, mereka mengaku bahagia,” ujar dokter yang juga berpraktik di RSUP Fatmawati ini.

Dr Elida menyatakan, operasi keperawanan bukanlah tindakan yang negatif. Namun demikian, pasien tidak boleh memaksakan keinginan bila treatment ini tidak cocok untuknya.

“Operasi keperawanan bukan hal negatif, karena bisa membantu pasien. Tapi, jangan bergantung hingga dijadikan solusi untuk semua. Tetap gunakan logika, jangan hanya pakai nafsu dan emosi. Yang enggak kalah penting, browsing informasi sebanyak mungkin, pilih dokter yang berkompeten, dan cari tahu apakah dokter itu terhimpun dalam asosiasi dokter bedah atau tidak,” tegasnya.